Kamis, 09 Desember 2010

PANTUN CINTA




Anak itik mulailah terbang
Ambilkan dedak berilah makan
Janganlah adik merasa bimbang
Segala kehendak abang tunaikan

Membawa peti dari malaka
Berisi pakaian si anak raja
Kalau hati sudah merasa suka
Semua keadaan indah di mata

Ikan batu di atas bara
Pohon selasih di tepi kota
Pikiran buntu badan sengsara
Bila kekasih jauh di mata

Ada budak membuang dedak
Penuh setimba di celah batu
Berdua tidak, bertiga pun tidak
Kekasih hamba hanyalah satu

Di celah batu bunga terselit
Lembut debu bunga seroja
Kasih tuan kasih di kulit
Tanam tebu di bibir saja

Rumah di kota amatlah bersih
Tempat bermain si orang kaya
Berpantang mata berasa kasih
Jumpa yang lain lupakan saya

Pokok selasih pokok bayam
Dalam kepuk buah berangan
Seorang kasih seorang sayang
Tidak bertepuk sebelah tangan

Rumput kuberantas habis rata
Burung serindik mematuk betik
Beribu melintas di depan mata
Hanyalah adik yang paling cantik

Menjadi tamu di hari raya
Penganan sura rasanya tawar
Hendak bertemu apakah daya
Hanya suara menjadi penawar

Dinda cantik tinggi semampai
Dada bidang rambut mengurai
Putih melepak lembut gemulai
Kakanda melihat rasa terkulai

Walau banyak bunga di taman
Bungan mawar masih dikenang
Walau banyak kupunya teman
Dalam hatiku dinda seorang

Pohon selasih tumbuh melata
Tumbuh perdu jauh di sana
Sepasang kasih mabuk bercinta
Siang merindu malam merana

Tinggi-tinggi burung merbuk
Terbang melayang ke tanah rata
Hati teringat mulut menyebut
Wajah terbayang di depan mata

Hujan basah habis pun basah
Duduk sendiri tidak mengapa
Sudah lama kita berpisah
Baru kini kita berjumpa

Bunga saya bunga melati
Bunga-bungaan harum baunya
Kasih saya sepenuh hati
Kasih tuan ke mana hinggapnya

Pungguk terbang di atas awan
Hampir tak terlihat oleh mata
Kalau hati rindu-rinduan
Rindu di hati meronta-ronta

Anak itik di sambar elang
Dari sumur sampai ke kali
Tinggalkan adik abang kan pulang
Panjang umur jumpa kembali

Putri di taman memakai gelang
Rambut berurai bawa mahkota
Bunga idaman disambar orang
Jatuh berderai si air mata

Sayang-sayang mabuk kepayang
Bunga di taman disunting kumbang
Belum dapat abang disayang
Sudah dapat abang dibuang

Melompat belalang di atas kapuk
Melihat orang hendak berperang
Alangkah malang si bujang lapuk
Bunga di tangan disambar orang

Kalau ada sumur di ladang
Mandi jangan di bulan terang
Sudah nasib celaka badan
Tunangan hilang dibawa orang

Ikan di laut garam di darat
Dalam kuali bertemu jua
Hati terpaut janji terikat
Atas pelamin bertemu jua

Ikan di laut asam di darat
Dalam kuali bertemu jua
Orang jauh berkirim surat
Berkali-kali dibaca juga

Sayang selasih tidak berbunga
Engganlah kumbang untuk menyapa
Sayang kekasih tidak setia
Badan merana kini jadinya

Bunga yang malang jaga dirimu
Janganlah layu sebelum kembang
Pupuklah iman dalam hatimu
Kalau kau layu dibuang orang

Ukir-ukirlah si kayu jati
Jadikanlah sebuah jambangan
Pikir-pikirlah sebelum terjadi
Jangan menyesal kemudian

Berbaju batik mata memikat
Melirik senyuman memukau semua
Duhai cantik saya terpikat
Bolehkah tahu siapa namanya

Bunyi lagu membangkit suasana
Bunga mekar di depan mata
Sunyi rasa tak dapat bersama
Kekasih hati jauh di sana

Layang-layang terputus tali
Jatuh ke bumi melayang laju
Duhai kekasih aku berjanji
Aku tercipta hanya untukmu

Hujan turun laut memburu
Dingin malam mengusik kalbu
Biar batu menjadi debu
Aku tetap sayang padamu

Ada jantung ada debaran
Ingin bertanya tetapi malu
Kumenunggu penuh harapan
Sudikah engkau menerimaku

Kelap-kelip bintang bertaburan
Cuma satu yang tampak terang
Sungguh banyak gadis pilihan
Hanya dinda yang paling kusayang

Kelap-kelip bintang bertaburan
Begitu indah bagai berlian
Sungguh banyak gadis menawan
Hanya dinda yang kurindukan

Kelap-kelip di tengah malam
Cahaya bintang sangat menawan
Biar cinta banyak rintangan
Akan kujaga dengan kesetiaan

Kelap-kelip bintang seribu
Indah menawan di tengah malam
Sungguh aku sedang merindu
Rindu di hati yang paling dalam

Kelap-kelip bintang menari
Indahnya bagai mata bidadari
Dinda kuharap menjaga diri
Untuk diriku sampai ku kembali

RINDU TERDALAM

kutemukan cinta..
diantara banyaknya bintang..
Yang ada di angkasa cinta..
namun dia jauh disana..
cinta kita menjadi satu..
Namun engkau jauh..
Dari pandanganku..
Ku hanya terdiam termenung..
kurasakan nafasmu..
Kurasakan getar jantungmu..
Kurasakan manjamu..
Menjadi sebuah rindu bagiku..
Saat aku duduk..
memandang bintang di angkasa..
Entah kenapa air mata..
Jatuh membasahi wajah..
Rindu yang menyesakan dada..
Terlalu dalam di jiwa..
aku tak tahu mengapa..
Bisa terlalu cinta..
Kasih kau begitu jauh dimata..
tapi kau bagaikan nyawa..
Dalam hati terdalam..
Dan tak tergantikan..
By : rafi

CINTA ABADI

setetes cinta ini..
Ingin ku beri padamu..
Kesetiaan Suci penuh kasih..
Kan kupertahankan Untukmu..
Tak kan ingkar dalam Hati..
Untuk setia berbagi..
Demi cinta suci..
Kaulah cinta sejati..
Walaupun di dunia tak ada keabadian..
tak membuat ku gentar..
Untuk tatap mencinta..
Hingga Akhir ayat..
dunia bisa hancur..
daun bisa gugur..
Tapi satu hal yang abadi untuku..
Cintaku padamu..
By : rafi billah

KANGEN YANG TA KESAMPAIAN

ku buka mata hati..
Kau dekat disini..
Walau jauh dari raga ini..
Namun ku menanti hingga akhir..
Kerinduan begitu pekat dalam hati..
Tak sanggup untukku menahan sedih..
Saat kau tak ada disisi..
Dan ku hanya menanti..
kau di hatiku..
Adalah senandung kalbu..
Yang tetap terdengar..
Dalam pekatnya rindu..
Hanya penantian ..
Menanti kau pulang..
Kembali disini..
Untukku yang kau cinta..
Waktu terus bergulir..
Silih berganti..
Tapi aku hanya bisa menunggu dan menanti..
Kau datang padaku kasih..

By : rafi billah

UNTUK KASIH TERCINTA YANG PERGI ENTAH KEMANA


Watch Movie Free

Kekasih…
Laksana cermin dalam resonansi jiwa
Yang menggetarkan palung hati hingga keraga
Dan menghantarkan kehangatan bara
dari bekunya hati sang kelana
kekasih…
kesetiaan agung pada dera kerinduan
laksana pantai menanti ombak dalam pelukan
yang teredam pada dalamnya kebisuan
kekasih…
seperti bunga yang menjaga tingginya kuncup
pucuk-pucuk kasihmu tak juga meredup
mencumbui lautan sukma yang kuyup
dalam serenade desiran angin sayup
kekasih…
karang-karang kesabaran yang tumbuh di lubuk kalbu
meleburkan kebimbangan sang peragu
saat luka kuburkan semburat hasrat perindu
dari kelam kelabu cerita lalu
kekasih…
butiran hujan yang jatuh selayak mutiara
terbungkus rapi dalam kado asa
untuk kau buka jika saatnya tiba
andai mampu kusibak jendela masa
kekasih…
sanjung puji dalam serambi janji
terucap lugas pada paras sejati
demi ikrar atas cinta suci
rekatkan dua hati yang terpatri

Rabu, 08 Desember 2010

MAKALAH TENTANG LANDASAN ILMU PADA ZAMAN YUNANI


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
  Mengetahui apa sesungguhnya ilmu, tidaklah melalui ilmu itu sendiri, tetapi melalui filsafat ilmu. Melalui filsafat ilmulah segala penjelasan mengenai ilmu diperoleh. Karena itu, filsafat ilmu demikian penting untuk didalami oleh setiap ilmuan agar ia mengenal hakikat sesuatu yang dimilikinya, yaitu ilmu.

         Dalam makalah ini akan memaparkan tentang salah satu cabang dalam filsafat, yakni ; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?. Dan yang paling utama ontology sesungguhnya membahas tentang bagaimana sesungguhnya eksistensi Tuhan.
  Objek telaah ontology adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontology banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Persoalan tentang ‘ada’ (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta berarti di balik physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dan radikal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filosof tidak mengacu pada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu pada ciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologys, kosmologis dan antropologis. Ketiga hal itu memiliki titik sentral kajian tersendiri.Untuk bisa mengerti lebih baik tentang makna ontology agar tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja maka dalam makalah ini akan kita bandingkan konsep filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam atau berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dengan filsafat Barat yang bangunan konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan atau dengan kata lain “terpenggal leher-leher kerohaniannya”
.

B. Rumusan Masalah

       Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah pokoknya adalah Bagaimana sesungguhnya ontol itu dilihat dari sudut pandang Filsafat Barat dan Filsafat Ilmu Islami?. Untuk m pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sebagai berikut:

BAB II
LANDASAN ILMU PADA ZAMAN YUNANI


1. Periode filsafat Yunani
 merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat menganadalkan untuk menjelaskan fenomena alam seperti gempa bumi dan pelangi.Untuk menulusuri filsafat yunani, perlu dijelaskan terlebih dahulu asal kata filsafat.

Sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM, di Yunani, Sophia diberi arti kebijaksanaan; Sophia juga berarti kecakapan.
 Kata philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh heraklitos (540-480 SM). Ahli filsafat harus mempunyai pengetahuan luas sebagai pengejawantahan dari pada kecintaanya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum sofis dan Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoritis. Philosopia adalah hasil dari perbuatan yang disebut philosophein itu, sedangkan philosopis adalah orang yang melakukan philosophein.
 Dari kata philosophia itulah nantinya timbul kata-kata philosophia, philosophy. Dalam bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat.

2. Filsafat alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah
Thales (624-546 SM). Ia digelar sebagai bapak filsafat karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan. “apa sebenarnya asal usul alam semesta ini ?” pertanyaan ini sangat mendasar terlepas apapun jawabannya. Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsure pentiang setiap mahluk hidup, air dapat berubah benda gas, seperti uap dan benda padat, seperti es, dan bumi ini berada diatas air.

Setelah theles, muncul anaximanros 650-540 SM anaximanros muncu menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas dan meliputi segalanya. Unsure utama alam harus mencakup ssegalanya dan diatas segalanya, dan dinamakan apeiron.
Ia adalah air,maka air harus meliputi segalanya termasuk api yang merupakan lawanya berbeda dengan thels dan anaximanros, heraklitos 540-480 SM melihat alam semesta ini dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin, itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita harus menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Karena itu dia berkesimpulan, tidak ada satupun yang benra-benra ada,semuanya menjadi. Ungkapam yang terkenal dari Haraklitos dalam menggambarkan perubahan ini adalah fanta rhei uden menei (semua mengalir dan yang tidak ada satupun yang tinggal).


Menurut Parmenides (515-440 SM), yang lebih muda umurnya daripada Haraklitos. Menurut Parmenides, gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi. Menurutnya realitas merupakan keseluruhan yang tersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia menegaskan bahwa yang ada itu ada. Inilah kebenaran.

Benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Bentuk ekstime pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia. Dari pandangan ini dia menyatakan bahwa alam tidak bergerak, tapi diam karenba alam itu ssatu, yaitu ada dan yang ada itu satu. Gerak alam yang terlihat, menurut Permanides adalah semu, sejatinya alam itu diam.
Akibat dari pandangan ini muncul prinsif panteisme dalam memandang realitas.
Phytagoras (580-500 SM) mengembalikan segala sesuatu pada bilangan. Baginya tidak ada satupun yang dialamm ini yang terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas). Karena itu, dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsure utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran, kesimpulan ini ditarik dari kenyataan bahwa realitas alam adalah harmoni antara bilangan dan gabungan antara dua hal yang berlawanan seperti nada musyik dapat dinikmati karena oktaf adalah hasil dari gabungan bilangan satu (bilangan ganjil) dan dua (bilangan genap).
















BAB III
PERKEMBANGAN ILMU PADA ZAMAN ISLAM


Kalau dilacak akar sejarahnya, Panadangan islam tentamg pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan munculnya islam itu sendiri. Ketika Rasulullah SAW.
Menereima wahyu pertama, yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca” .

a) Penyampaian ilmu dan filsafat yunani kedunia islam.


Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat diduniab islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan seringkali eksrim antara pandangan filsafat yunani, sperti Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam agama islam yang sering terjadi benturan-benturan. Sebagai contoh konkret dapat disebutka bahwa plato dan Aristoteles telah memberikan penaruh yang besar pada mahzab-mahzab islam, khsususnya mahzab eklesitsisme.

Menurut C. A. Qadir, proses nerjemahan dan penafsiran buku-buku yunani di negeri-negeri Arab dimulai jauh sebelum lahirnya agama islam atau penaklukan timur dekat oleh bangsa arab pada tahun 641 M


b) Perkembangan ilmu pada masa islam klasik


Selanjutnya , satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitnah al-kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis an- sich seperti selama ini tapi ternyata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia islam. Pada awal islam pengaruh bHellenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan islam sudah sedemikian kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itu pun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikunya.

c) Perkembangan ilmu pada masa kejayaan islam

Pada masa kejayaan pemerintahan dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah dimana ilmu berkembang sangat maju dan pesat sehingga pada saat yang sama wilayah –wilayah yang jauh diluar kekuasaan islam masih berada pada masa kegelapa peradaban (Dark age).

Kita mengenal nama-nama seperti Al-mansur, Al-Ma’mun, dan Harun Al-Rasyid, yang menberikan perhatian teramat besar bagi perkembangan ilmu di dunia islam yaitu dengan melakukan penerjemaham karya-karya filosof Yunani kedalam bahasa Arab. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah terkemuka yaitu Yahya ibn A’di (974) dan Abu Ali isa Ibn Ishaq Ibn Zera (1008) yang banyak memperbaiki terjemahan dan menulis komentar mengenai karya-karya Aistoteles.
Al- Kindi seorang ilmuan yang mengeluti bidang matematika dan fisika, Al-Farabi, yang menggeluti bidang geometri dan matematika dan seorang musikus Muslim, Ibn bajah, ibn Tufail, dan Ibn Rushd yang hidup di Andalusia byang menggeluti bidang kedokteran. Kemudian Muhammad Ibnu Zakaria Al- Razi, Dokter besar dalam islam yang terkenal orisinalitasnya dan pandangannya yang jernih dan kemamapuaanya menemukan jenis-jenis penyakit yang belum dikenal sebelumnya.


d) Masa keruntuhan tradisi keilmuan dalam islam

Pada abad ke-18 adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat islam yang menperoleh catatan buruk bagi peradaba islam secara universal. Dlam bukunya, The Recontrucction of Religius Thought in Islam menyatakan bahwa penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat islam adalah diterimanya paham yunani mengenai realitas yang pada pokokmya bersifat statis, sementara jiwa islam bersifat dinamis dan berkembang. Sebab lainnya adalah persepsi yang keliru dalam memahami pemikiran Al- Gazali yang menolak filsafat . seklain sebab-sebab diatas, kesulitan-kesulitan ijtihat dan mistisime asketik juga merupakan factor yang menyebabakan kemunduran tradisi intelektual dan keilmuan di dunia islam.



















BAB IV
KEMAJUAN ILMU PADA ZAMAN RENAISSANCE DAN MODERN


a) Masa Renaisans (Abad 15-16)

Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Pada zaman ini manusia barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaranfilsafat dam ilmu sperti Nicholas Copernicus
(1473-1443) dan Francis Bacon (1561-1626) dimana Copernicus menyatakan bahwa matahari berada di pusat jagad raya dan bumi memiliki dua macam gerak yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mennelilingi matahari yang sering kita sebut dengan teori Helliosentrisme. Sedangkan Bacon mengemukakan bahwa Pengetahuan adalah kekuasaan. Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan tersebut, yaitu:

(1) Mesin menhasilkan kemenangan dan perang modern

(2) Kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan

(3) Percetakkan yang mempercepat penyebaran ilmu

Tycho Brahe (1546-1601) Dia ada sorang Astronomi yang menemukan bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum ia padam lagi. Penemuan membuktikan bahwa benda-benda angkasa tidak menempel pada crys talline spheres, melainkan dating darintempat yang sebelumnya tidak dapat dilihat dan kemudian muncul perlahan-lahan ke tempat yang dapat dilihat untuk kemudian menghilang lagi (Kesimpulannya adalah “benda-benda angkasa semuanya” terpung bebas” dalam ruang angkasa. Johanes Keppler (1571-1630) adalah seorang matematika yang menemukan tiga buah hokum astronomi, yaitu:
(1) Orbit dari semua planet berbentuk elips
(2) Dalam waktu yang sama, garis penhubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
(3) Bila jarak rata-rata dua panet A dan B dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk melintasi orbit masing-masing adalah P dan Q maka P+ : Q+ = X+ : Y+.


Muncul Galileo (1546-1642) yang menemukan penemuan lintas peluru, hukum pergerakan dan tata bulan planet Jupiter dan membuat teropong bintang . Napier(1550- 1617) yang menemukan Logaritma dan oleh Brggs dan Brochiel de Decker. Desarque (1593-1662) ditemukan Projective Geometry, yang berhubungan dengan melihat sesuatu, yaitu manusia A melihat benda P dari tempat T.Fremat mengembangkan Orthonal Coodinate System, Seperti halnya Descartes di juga melaksanakan penelitian tori Al-jabar berkenaan dengan bilamngan- bilangan dan soal-soal yang dalam tangan newtin dan Leibniz yang menjelma debagai perhitungan diferensial –Integral (calculus). Bersama Pascal, Fermat menyusun dasar perhitungan statistic.

b) Zaman Modern (abad 17-19 M)


Isaac Newton (1643-1727) disamping menjadi pemimpin tempat pembuatan logam di kerajaan inggris, ia menekuni bidang ilmu hingga lahirnya Teori Gravitasi, perhitungan Kalkulus dan optic merupakan karya bersar Newton. Teori Gravitasi memberikan keterangan mengapa planet tidak bergerak lurus melainkan mengikuti lintasan elips.

Berdasarkan Teori Gravitasi dan perhitungan-perhitungan yang dilakukan Newton, dapat diteangkan dasar dari semua lintasan planet dan bulan, pengaruh pasang air samudra dan lain-lain peristiwa astronomi. Dari temuan Newton ini pada tahun 1930 ditemukan planet Neptunus dan selanjutnya pada abad ke 20 ditemukan planet trakhir yaitu planet Pluto.

Perhitungan Kalkulus atau yang disebut juga diferensial/ Integral oeh Newton di Inggris dan Leibniz di Jerman terbukti sangat luas gunanya untuk menghitung macam-macam hubungan antara dua atau lebih banyak hal yang berubah bersama dengan ketentuan yang teratur.

Joseph Black (1728-1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia menemukan gas CO2. Hendry Prestey (1731-1810) menemukan sembilan macam hawa No dan Oksigen yang antara lain dihasilkan oleh tanaman. Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794) meletakan dasar ilmu kimia sebagaimana yang dikenas sekarang.

Makalah tentang ontologi


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
  Mengetahui apa sesungguhnya ilmu, tidaklah melalui ilmu itu sendiri, tetapi melalui filsafat ilmu. Melalui filsafat ilmulah segala penjelasan mengenai ilmu diperoleh. Karena itu, filsafat ilmu demikian penting untuk didalami oleh setiap ilmuan agar ia mengenal hakikat sesuatu yang dimilikinya, yaitu ilmu.

         Dalam makalah ini akan memaparkan tentang salah satu cabang dalam filsafat, yakni ontologys; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?. Dan yang paling utama ontology sesungguhnya membahas tentang bagaimana sesungguhnya eksistensi Tuhan.
  Objek telaah ontology adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontology banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Persoalan tentang ‘ada’ (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta berarti di balik physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dan radikal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filosof tidak mengacu pada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu pada ciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologys, kosmologis dan antropologis. Ketiga hal itu memiliki titik sentral kajian tersendiri.Untuk bisa mengerti lebih baik tentang makna ontology agar tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja maka dalam makalah ini akan kita bandingkan konsep filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam atau berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dengan filsafat Barat yang bangunan konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan atau dengan kata lain “terpenggal leher-leher kerohaniannya”


B. Rumusan Masalah

       Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah pokoknya adalah Bagaimana sesungguhnya ontol itu dilihat dari sudut pandang Filsafat Barat dan Filsafat Ilmu Islami?. Untuk m pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sebagai berikut:


BAB II
PEMBAHASAN


1. Pengertian Ontology

          Istilah ontology baru muncul pada pertengahan abad 17, yang pada waktu itu juga muncul istilah philosophia entis atau filsafat mengenai yang ada. Tapi sebagai pencarian jawaban menganai hakikat asal alam semesta, telah dipercakapkan sebelumnya oleh para filosof awal Yunani. Paling tidak, Thales, Anaximander dan Anaximenes yang berasal dari Miletus tercatat sebagai filosof yang berbicara mengenai hakikat segala sesuatu melalui usahanya untuk menjawab sumber segala sesuatu. Pembicaraan itu kemudian berlanjut hingga para fiosof Athena sampai kepada Aristoteles. Sebagian filosof sesudahnya menempatkan pembahasan masalah ontology sebagai pembahasan metafisika.

        Ontology, sebagai sebuah istilah berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau study tentang). Dalam bahasa Inggris ia diserap menjadi ontology dengan pengertian sebagai study atau ilmu mengenai yang ada atau berada.

Dalam kamus Filsafat Lorens Bagus terdapat beberapa Pengertian ontology antara lain:
1. Study tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berbeda dari satu study tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari Yang Ada dalam bentuknya yang sangat abstrak studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: “Apa itu Ada-dalam dirinya sendiri? “Apa hakikat Ada sebagai Ada?
2. Cabang filsafat yang menggeluti tata cara dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terlahir, dasar.






3. Cabang filsafat yang mencoba:
a. Melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna).
b. Menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya.
c. Menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.

Objek kajian ilmu itu sendiri sesungguhnya dapat dibagi menjadi:
Objek materil: pembicaraan mengenai apa yang menjadi objek penyelidikan sehingga melahirkan ilmu mengenai objek tersebut.
Objek Formal: pembicaraan mengenai bagaimana pendekatan yang digunakan terhadap suatu objek ilmu.
Jadi ontology (dalam filsafat ilmu) adalah cara pandang mengenai objek materi suatu ilmu, pembicaraan mengenai hakikat objek materi ilmu. Atau dengan kata lain penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu).
Sebagai bahan perbandingan mengenai konsep ontology ilmu yang islami, mari kita lihat QS. Ali Imran ayat 190-191 sebagai berikut:

Terjemahnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Dari ayat tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Konsep Ontology Ilmu yang Islami memandang realitas dari sudut pandang ke-Khalik-makhluk-an. Artinya, melihat realitas dari pemahaman adanya Allah sebagai Khalik (pencipta) dan segala sesuatu selainNya sebagai makhluk, segala atribut yang bisa secara benar dilekatkan pada makhluk adalah perwujudan niscaya karena kemakhlukannya.
Olehnya itu, dapat ditarik kesimpulan tentang makna sesungguhnya ontology ketika kita coba menarik makna dari sudut pandang Islami sebagai mata rantai yang nyaris terlupakan dengan memberikan pengertian dasar Logos yang berarti Tuhan, jadi Ontologi disini mengandung pengertian tentang hakikat keberadaan Tuhan.

2. Beberapa Pandangan Ontology (Filsafat Barat)

Dalam relevansinya dengan pembicaraannya filsafat pengetahuan, khususnya melalui filsafat Barat, sebenarnya pembahasan masalah ontology berpusat pada keinginan untuk menjawab pertanyaan apa sesungguhnya yang dimaksud sebagai kenyataan (reality)?. Dalam filsafat, pertanyaan tersebut merupakan masalah yang ditemukan beragam jawaban filsafatinya sesuai dengan keragaman “corak” sistem kefilsafatan yang mendasarinya. Untuk itu, dengan membatasi diri pada corak kefilsafatan Barat, dari mana filsafat Barat melandaskan diri untuk menemukan bentuknya dewasa ini, akan dikemukakan secara singkat pandangan-pandangannya mengenai realitas.
1. Naturalisme
Naturalisme adalah sebuah aliran filsafat yang secara harfiah mengandung arti sebagai faham serba alam. Secara sederhana, menurut naturalisme, kenyataan pada hakikatnya bersifat kealaman, yang kategori pokoknya adalah kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu. Apapun yang nyata pasti termasuk dalam kategori alam. Sesuatu yang dapat dikategorikan demikian itu, dapat “dijumpai” dan dapat dipelajari oleh manusia, dengan cara-cara sebagaimana dikenal dewasa ini dengan metode ilmiah.
Dengan demikian pandangan ontologys naturalisme mengenai kenyataan ialah apa saja yang bersifat alam, yakni segala yang berada dalam ruang dan waktu. Akibat dari pandangan ini adalah: (1) segala sesuatu yang dianggap ada, namun di luar ruang dan waktu, tidak mungkin merupakan kenyataan, (2) segala sesuatu yang tidak mungkin dipahami melalui metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman, tidak mungkin merupakan kenyataan.
2. Materialisme
Hakikat kenyataan adalah materi. Demikian doktrin pandangan filsafat materialisme. Doktrin tersebut didasarkan pada argument filosofis bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (1) pada hakekatnya berawal dari materi, atau (2) terjadi karena gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi. Karena itu, materialisme menyatakan bahwa tidak ada entitas nonmaterial dan kenyataan supranatural. Pikiran dan aksi mental lain yang oleh kebanyakan orang dianggap tidak bersubstansi material, pada dasarnya adalah perwujudan dari gejala-gejala yang bersangkut paut dengan materi.
Materialisme menolak hal – hal yang tidak kelihatan. Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama sekali tergantung pada material. Jadi realitas yang sesungguhnya adalah lambang kebendaan dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistic.


3. Idealisme

           Bertolak belakang dengan materialisme dan naturalisme, idealisme merupakan satu corak kefilsafatan yang berpandangan bahwa hakikat terdalam dari kenyataan tidaklah bersifat materi, melainkan bersifat rohani dan spiritual (kejiwaan). Karena itu istilah idealisme terkadang dikenal juga dengan istilah immaterialisme atau mentalisme.
George Barkeley yang dianggap sebagai bapak idealisme modern memadatkan inti idealisme dalam ungkapannya “Esse est Percipi” (untuk ada, berarti mengetahui atau diketahui). Sesuatu tidak mungkin dinyatakan ada selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui. Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan inderawi. Dengan demikian kita harus percaya adanya jiwa dan gagasan-gagasan itu. Segala sesuatu yang berada di luar lingkup pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang objektif, tidak ada karena tidak diketahui.

4. Hilomorfisme

          Hilomorfisme merupakan istilah yang dalam bahasa yunani merupakan bentukan dari dua kata yaitu hyle (materi) dan morphe (bentuk, rupa). Hilomorfisme meletakkan pandangannya dengan doktrin bahwa tidak satupun hal yang bersifat fisis yang bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi. Artinya ia selalu memiliki sifat fisis dan hakikat tertentu. Eksistensi dapat dipersepsi secara inderawi dan esensi dapat dipahami secara akali. Misalnya sebuah kursi (sebagai suatu yang bereksistensi). Kursi itu adalah sesuatu yang ada. Berada dalam kenyataan, dan menapak dalam ruang dan waktu. Karena itu ia bereksistensi dan potensial dipersepsi secara inderawi. Apa seesungguhnya hakikatnya sebagai sesuatu yang bereksistensi?. Tidak lain adalah kursi. Ke’kursi’an adalah esensi dari kursi itu dan merupakan keapaan (whatness) kursi yang dapat dipahami secara akali. Dalam hal ini, upaya memahami keberadaan (isness) kursi yang bereksistensi tida dapat dipahami tanpa adanya dirinya dengan keapaan (whatness) sebagai kursi.







5. Positivisme

        Positivisme adalah aliran filsafat yang secara radikal beranjak dan ketidak percayaan terhadap pandangan-pandangan dan pembicaraan-pembicaraan metafisis yang dilakukan oleh aliran filsafat sebelumnya. karena itu, para penganutnya menyatakan bahwa positivisme adalah suatu filsafat non metafisik.

        Dalam pandangan positivisme, pertanyaan-pertanyaan metafisis sama sekali tidak mengandung makna, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ada gunanya. Pada dasarnya, satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui kenyataan adalah apa yang disebut sebagai keadaan yang dapat diverifikasi (criterion of veribality). Misalnya, pernyataan metafisis yang mengatakan bahwa “ada substansi terdalam dari segenap hal yang nampak”, jelas adalah pernyataan yang tidak ada gunanya karena tidak bermakna, karena tak satupun pengamatan inderawi yang bisa dilakukan untuk mengambil keputusan terhadap kebenaran pernyataan tersebut, dan karenanya ia tak bisa dipertanggungjawabkan.

Implikasi Pandangan Ontologys Pada Filsafat Barat.
Betapapun di atas telah ditunjukkan bahwa terdapat beberapa pandangan filsafati yang secara berbeda berbicara mengenai hakikat kenyataan, namun dalam filsafat Barat secara bersama ia menunjukkan cara pandang mengenai obyek materi ilmu dengan karakteristik :
i. Memandang obyek materi ilmu tidak dalam kerangka pandangan adanya pencipta yang memandang segala sesuatu selain pencipta adalah ciptaan.
ii. Memandang sesuatu sebagai suatu obyek materi ilmu sejauh ia berada dalam jangkauan indra dan/atau rasio manusia untuk bisa memahaminya, dan pemahaman atasnya merupakan fungsi dari indra dan/atau rasio itu.
iii. Memandang keberadaan obyek materi ilmu hanya dalam rangka ruang dan waktu dunia belaka.
iv. Memandang obyek materi ilmu diatur oleh hukum-hukum keberadaan, namun tidak mempersoalkan asal hukum-hukum keberadaan itu.






3. Objek Materi Ilmu Pengetahuan Menurut Filsafat Barat

Dengan karakteristik pandangan ontologys sebagaimana dikemukakan di atas, filsafat Barat akhirnya memandang bahwa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge atau science atau ilmu) adalah pengetahuan mengenai obyek-obyek materi yang dapat dijangkau oleh indra lahiriah dan/atau pemahaman rasional manusia dianggap di luar wilayah obyek materi ilmu. Bahkan secara sempit, diantara filsuf science dan scientist ada yang hanya mengakui keberadaan obyek-obyek inderawi sebagai obyek materi ilmu, dengan implikasi bahwa yang disebut pengetahuan ilmiah (science) hanyalah pengetahuan mengenai obyek-obyek tersebut yang telah diperoleh melalui metode ilmiah ilmu-ilmu kealaman. Padangan demikian itu, terutama ditunjukkan oleh penganut empirisme, positivisme, naturalisme materialisme.
Dalam menegaskan wilayah obyek materi ilmu Jujun S. Suriasumantri (1990) menyatakan bahwa yang menjadi karakteristik obyek ontologys ilmu, yang membedakannya sebagai pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lain, ialah bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengamalan manusia. Untuk lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut, Suriasumantri mengajukan sebuah pernyataan “apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka?” yang kemudian dijawabnya sendiri, “tidak; sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman kita”.

4. Pandangan Ontology Berdasarkan Al-Qur’an

Sebelum kita mengemukakan sejumlah pandangan ontology berdasarkan al-quran, terlebih dahulu dikemukakan beberapa ayat al-quran sebagai landasannya sebagai berikut:
Terjemahnya:
Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid (57): 3).

Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu. (QS. Az Zumar (39): 62).


Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 12).

Dengan tidak melepaskan diri dari landasan Al-Qur’an di atas dapat dikatakan bahwa sejauh kita akan berbicara mengenai hakekat realitas sebagai realitas ciptaan Allah, maka pertama-tama, ia harus berangkat dari doktrin keniscayaan adanya pencipta sebagai sebab keterciptaannya. Sudah barang tentu, pencipta bukanlah ciptaan itu sendiri, sebab        hal tersebut adalah mustahil. Selain itu, juga barang tentu pencipta adalah sesuatu yang transenden (mengatasi) ciptaan, sebab adalah mustahil sesuatu yang lebih sederhana akan menyebabkan keterciptaan sesuatu yang mengatasi (transenden terhadap) dirinya sendiri.
Sebenarnya, jika kita berpijak pada Al-Qur’an dalam membangun pikiran ontologism, maka segala sesuatu selain Al-Khaliq (Pencipta) adalah Makhluq (ciptaan). Hal ini dikenal dengan satu doktrin primum principium yang diistilahkan dengan doktrin “ke-Khaliqmakhluqan”. Dari sinilah landasan pemikiran ontologys kita yang Islami/Qurani dibangun. Dalam hal ini, Realitas itu sesungguhnya berlapis-lapis. Lapisan pertama adalah Tuhan dan ciptaann-Nya adalah manifestasi dari realitas-realitas yang lain.
Jika bertitik tolak dari doktrin tersebut, dengan tujuan membicarakan hakikat realitas dalam arti sehakiki-hakikinya, maka yang sungguh-sungguh ada, sebenarnya adalah dan hanyalah Al-Khaliq (Yang Maha Pencipta) semata. Dengan kata lain, Al-Khaliq ialah Yang Ada Mutlak, sedangkan makhluq (ciptaan) adalah hanya mungkin ada karena ia di’ada’kan oleh Al-Khaliq. Secara singkat, makhluq sebagai “yang ada”, adalah “yang mungkin ada” karena ia di”ada”kan oleh Allah sebagai penciptanya. Yang mutlak “ada” adalah Al-Khaliq (Pencipta), sedangkan makhluq (ciptaan) hanyalah “yang mungkin ada” (wujud mumkin).

           Atas dasar itulah, lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam pembicaraan mengenai realitas (alam) Allah memberi petunjuk eksplisit bahwa ada realitas syahadah (realitas yang dapat dipahami karena adanya ciptan-Nya yang maujud secara syahadah (bendawi) tunduk dan berpijak pada hukum-hukum alam bendawi dan potensial dipersepsi secara inderawi) dan ada realitas gaib (realitas yang juga dapat dipahami, tetapi bukan karena adanya sebagai wujud secara bendawi atau dapat dipersepsi dengan indra lahiri). Karena itu, bertitik tolak dari petunjuk ini, maka dimensi-dimensi yang digunakan sebagai ukuran untuk memahami hakikat realitas tidak bisa secara ekstrim menggunakan satu untuk seluruh entitas pembentuk realitas.





5. Objek Materi Ilmu Menurut Pandangan Ontologys Qur’ani

Dapat dipahami, bahwa memang bisa timbul kebingungan bagi sementara kalangan terhadap pandangan ontologys qurani yang telah dikemukakan, khususnya bagi mereka yang berpijak pada cara pandang ontologysm filsafat Barat dewasa ini.
Betapa mungkin alam gaib juga dinyatakan sebagai obyek materi ilmu sementara secara epistemologis, atau lebih khusus lagi secara metodologis tidak dimungkinkan adanya suatu alat verifikasi yang dapat digunakan secara bersama oleh semua orang. Misalnya, bagaimana menggunakan verifikasi untuk menguji kebenaran pernyataan mengenai hal-hal yang bersifat gaib.
Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi sebab dalam rangka verifikasi, dunia ilmu sekuler sendiri telah mengakui salah satu acuan verifikasi adalah pernyataan-pernyataan otoritas. Verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan obyek alam gaib, dapat dilakukan mengenai verifikasi rasional terhadap pernyataan-pernyataan doctrinal yang berkenaan dengannya, yang bersumber dari Allah sebagai sumber ilmu sendiri. Jawaban tersebut memang masih dapat menimbulkan pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana mungkin itu dilakukan oleh mereka yang tidak mengakui adanya Allah? Jawabnya adalah, dengan melihat pada substansi pernyataan itu sendiri. Apakah ia memenuhi syarat untuk menjadi acuan? Apakah ia dapat memberi penjelasan secara konsisten dan dapat diterima secara rasional?
Demikianlah sesungguhnya pandangan ontologys qurani sebagaimana dikemukakan diatas, dapat dibuktikan meniscayakan lahirnya sebuah proses ilmiah yang konsisten melahirkan sebuah pengetahuan ilmiah yang dapat diverifikasi.
Pandangan ontologys tersebut melahirkan pandangan mengenai obyek materi ilmu dengan pernyataan singkat sebagai berikut:
1. Obyek ilmu adalah alam syahadah maupun alam gaib
2. Membangun pengetahuan ilmiah mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt sebagai penciptanya.
Selanjutnya, yang mesti menjadi perhatian adalah bahwa pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empiric atau fiscal tetapi juga mencakup dunia ruh. Diri manusia sendiri adalah miniatur semesta yang tidak hanya terdiri atas jasad tetapi juga hati, perasaan, jiwa dan ruh yang merupakan “bagian” dari Tuhan. Karena itu, metodologi pemikiran Islam tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan kegeniusan rasio tetapi harus dengan kesucian hati.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Filsafat Barat memandang ontology (objek materi ilmu) tidaklah berkisar pada kerangka pencipta dan ciptaan, lebih kepada jangkauan inderawi dalam kerangka ruang dan waktu (dunia belaka) yang diatur oleh hukum-hukum keberadaan sehingga surga, neraka, malaikat, Tuhan dan nilai-nilai moral tidak dimasukkan dalam pengetahuan ilmiah. Sedangkan Ontology berdasarkan Al-Qur’an memandang segala sesuatu selain Al-Khaliq (Pencipta) adalah Makhluq (ciptaan) dimana ciptaan Allah tunduk pada hukum-hukum keberadaan (Sunnatullah). Lebih lanjut, objek ilmu adalh alam syahadah maupun alam gaib dan untuk membangun pengetahuan ilmiah mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt, sebagai Penciptanya.
2. Kenyataan bahwa ada alam bendawi sebagai perwujudan dari alam syahadah (Filsafat Barat) dan ada alam non bendawi sebagai perwujudan alam gaib, tidak bisa dipungkiri sebagai suatu realitas. Demikian halnya terhadap keduanya ada alam ruh yang merupakan representasi dalam pikiran terhadap kedua alam tersebut juga tidak bisa dipungkiri. Dengan demikian, maka representasi realitas sebenarnya memiliki representasi pada tingkat bendawi, tingkat ide dan tingkat pikiran. Yang mengatasi keseluruhan tingkatan tersebut adalah alam Ilahi (Filsafat Ilmu Islam).